BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningkatkan
kesehatan dan kebugaran tidak dapat dilakukan hanya dengan aktivitas
fisik sehari-hari. Karena peningkatan tersebut tidak dapat dicapai hanya dengan aktivitas yang
tidak terencana, namun harus melalui perencanaan yang matang. Planning is an intelligent preparation for
action (Kriemadis & Theakou, 2007). Perencanaan harus
dibuat sebelum melakukan kegiatan olahraga. The
planning process is differentiated from other pre-decision activities, in that
it is systematic, deliberate and continuous (Glaister and Falshaw, 1999). Jadi proses perencanaan harus dilakukan
secara sistematis dan dilaksanakan secara berkelanjutan untuk dapat mencapai
tujuan.
Tujuan yang
dimaksud dalam perencanaan kegiatan ini adalah bagaimana meningkatkan tingkat
kebugaran jasmani individu. Physical fitness
is a set of attributes that are either health- or skill-related (Caspersen,
dkk: 1985). Dimana
kebugaran jasmani hanya dapat ditingkatkan melalui aktivitas fisik yang
direncanakan dan ditentukan porsinya
Untuk membuat suatu rencana latihan olahraga, harus memperhatikan prinsip
dasar dalam latihan. Menurut Sidik (2009) prinsip latihan dibagi menjadi 3
aspek, yaitu aspek fisiologis, psikologis, dan pedagogis. Berolahraga dengan
porsi yang berlebihan (overtraining) ternyata justru berdampak negatif bagi
tubuh yang
dihindari, seperti cedera atau over use.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Training,
Retraining, Detraining dan overtraining?
2. Apa Prinsip
dan Komponen dari Training?
3. Apa tujuan
dari Retraining pada atlet yang mengalami cedera?
4. Bagaimana Fisiologi karakteristik Detraining
5. Bagaimana tanda-tanda dan efek buruk dari
overtraining?
BAB II
PEMBAHASAN
A.Training
(Latihan)
Training
(Latihan) adalah suatu proses berlatih yang berencana, menurut
jadwal, menurut pola dan sistem tertentu, metodis, dari mudah kesukar, teratur,
dari sederhana ke yang lebih komplek yang dilakukan secara berulang-ulang dan
yang kian hari jumlah beban latihannya kian bertambah. (Sukadiyanto, 2005:12).
1.
Prinsip – Prinsip Training
Prinsip-prinsip latihan
merupakan hal yang harus ditaati, dilakukan atau terhidari agar tujuan latihan
dapat tercapai sesuai yang diharapkan, karena prinsip latihan memiliki peranan
penting terhadap fisiologi dan psikologi olahragawan, Menurut (Sukadiyanto,
2013:13) Prinsip – prinsip latihan terdiri dari:
a.Prinsip
Kesiapan (Readiness).
Materi
atau dosis latihan harus disesuaikan dengan usia olahragawan. usia berkaitan erat dengan kesiapan
kondisi secara fisiologis dan psikologis dari setiap olahragawan, artinya,
pelatih harus mempertimbangkan dan memperhatikan tahap pertumbuhan dan
perkembangan dari setiap olahragawan akan berbeda-beda antara anak satu dan
lainnya. Berikut ini gambaran dari tujuan latihan yang disesuaikan dengan usia
dan kesiapan anak.
Tabel1.1 Indikator dari tujuan
latihan disesuaikan dengan usia
& kesiapan
anak
Usia
6-10 tahun
|
|||
1.Membangun
Kemauan.
|
Usia 11 – 13 tahun
|
||
2.Menyenangkan
|
1.Pengayaan keterampilan
gerak .
|
Usia
14-18 tahun
|
|
3.Belajar berbagai keterampilan gerak dasar.
|
2.Penyempurnaan tehnik
|
1.Peningkatan latihan
|
Usia
dewasa
|
3.Persiapan untuk
meningkatkan latihan
|
2.Latihan Khusus
|
1.Puncak penampilan atau masa prestasinya
|
|
3.Frekuensi
kompetisi diperbanyak
|
b. Prinsip
Individual
Dalam merespon beban
latihan untuk setiap olahragawan tentu akan berbeda-beda, Adapun Faktor yang berpengaruh terhadap
kemampuan olahragawan dalam merespon latihan beban diantaranya: Keturunan, Kematangan, Waktu Istirahat dan Tidur, Tingkat Kebugaran, Pengaruh Lingkungan, Rasa sakit dan cedera, dan Motivasi.
c. Prinsip
Adaptasi.
Organtubuh manusia cendrung selalu
mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Keadaan ini menguntungkan
untuk proses berlatih-melatih, sehingga kemampuan manusia dapat dipengaruhi dan
ditingkatkan melalui pelatihan. Latihan akan menyebabkan perubahan jaringan
didalam tubuh secara bertahap sesuai dengan tingkat pembebananya.
d. Prinsip beban berlebihan (Overload).
Beban
latihan harus mencapai atau melampaui sedikit di atas batas rangsang, beban
latihan harus memenuhi prinsip moderat. ada 3 faktor yang berkaitan dengan
prinsip overload yaitu: (1)
frekuensi, dapat dilakukan dengan cara menambah sesi latihan, (2) intensitas
latihan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas pembebanan, (3)
menambah jam latihan atau bila jam latihan tetap dengan cara memperpendek waktu
recovery dan interval.
e. Prinsip
Progresif (Peningkatan).
Latihan yang bersifat progersif, artinya dalam
pelaksanaan latihan yang dilakukan dari mudah ke yang sukar, sederhana ke
kompleks, umum ke khusus dan
berkelanjutan, dalam prinsip progresif.
f.
Prinsip Spesifikasi (Kekhususan).
Setiap bentuk latihan yang harus dilakukan
olahragawan memiliki tujuan yang khusus. setiap bentuk rangsangan akan direspon
secara khusus pula oleh olahragawan. Prinsip spesifikasi, antara lain: (a)
spesifikasi kebutuhan energi, (b) spesifikasi bentuk model latihan, (c) spesifikasi
ciri gerak dan kelompok otot yang digunakan, dan (d) waktu periodesasi
latihannya.
g.
Prinsip Variasi.
Program latihan yang kurang baik harus
disusun secara variatif untuk menghindari kejenuhan, keengganan, dan keresahan
yang merupakan kelelahan seara psikologis. Komponen utama yang diperlukan untuk
memvariasi latihan yaitu: (1) kerja dan istirahat
h.
Prinsip Moderat.
Keberhasilan latihan jangka panjang sangat
ditentukan oleh pembebanan yang tidak berlebihan, bila beban latihan terlalu ringan
tidak mempunyai dampak terhadap peningkatan kualitas kemampuan fisik, psikis
dan keterampilan. Sebaliknya, bila beban latihan terlalu berat akan
mengakibatkan cidera dan sakit. Keadaan itu yang sering dinamakan over traning.
i.
Prinsip Sistematik
Prinsip ini berkaitan dengan ukuran (dosis) pembebanan dan skala prioritas
sasaran latihan. Setiap sasaran latihan memiliki dosis pembebanan yang berbeda.
Skala prioritas latihan berhubungan dengan urutan sasaran dan materi latihan
utama yang disesuaikan dengan periodisasi latihan. Sebab setiap periodesasi
latihan memiliki pendekatan tujuan latihan yang berbeda-beda baik dalam aspek
fisik, tehnik, taktik, maupun psikologis.
2. Komponen
– Komponen Latihan
Komponen latihan merupakan kunci
atau hal penting yang harus dipertimbangkan dalam menentukan dosis dan beban
latihan. Superkompensasi adalah proses perubahan kualitas fungsional peralatan
tubuh kearah yang lebih baik. Komponen latihan adalah:
a.Intensitas Latihan.
Intensitas latihan merupakan komponen kualitatif yang dilakukan dalam satu
satuan waktu atau ukuran yang menunjukan kualitas suatu rangsang atau
pembebanan (Sukadiyanto, 2005:24). Intensitas pelatihan sangat menentukan
peningkatan kualitas fisik.. Derajat intensitas ini dapat
diukur sesuai dengan tipe latihan atau aktivitas yang dilakukan. Untuk
menentukan besarnya kualitas ukuran intensitas dengan cara:
Menurut
(Bompa: 2009; 81) tingkat intensitas yang terendah sampai yang tertinggi
terlihat pada tabel.
Tabel 2.3 (Tingkat Intensitas Latihan
dari yang terendah sampai tertinggi) Sumber: Bompa: 81.
Zona
Intensitas
|
Persentase
Kemampuan Maksimal
|
Intensitas
|
6
|
>
100%
|
Super maksimal
|
5
|
90% - 100%
|
Maksimal
|
4
|
80% - 90%
|
Sub maksimal
|
3
|
70% - 80%
|
Medium
|
2
|
50% - 70%
|
Rendah
|
1
|
30% - 50%
|
Sangat Rendah
|
1). RM
( Repetition Maximum ), sebagai salah satu ukuran
intensitas yang bentuknya seringkali digunakan dalam hal menentukan beban
latihan dengan ukuran berat dan jumlah repetisi maksimal yang dapat dilakukan
dalam waktu tertentu.
2).
Denyut jantung per-menit, sebagai ukuran intensitas dihitung
berdasarkan denyut jantung maksimal. Untuk itu rumus yang mendekati akurat
dalam menghitung denyut jantung maksimal sebagai ukuran intensitas dalam
latihan kurang lebih seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.2 (Prediksi rumus untuk
menghitung denyut nadi maksimal) Sukadiyanto, 2005:24.
Keterangan
|
Denyut jantung
Istirahat
|
Denyut nadi maksimal
|
Orang kebanyakan
|
≥ 60x/ menit
|
220 – usia
|
Orang berlatih
|
51 s.d 59 x/menit
|
210 – usia
|
Sangat terlatih
|
≤50 x/menit
|
200 – usia
|
3).
Kecepatan (waktu tempuh), sebagai ukuran intensitas, yaitu waktu
tempuh yang digunakan untuk mencapai jarak tertentu. Untuk menentukan
intensitas latihan dengan cara jarak tempuh dibagi waktu tempuh.
4). Jarak tempuh, digunakan sebagai ukuran untuk mengukur
intensitas atau kemampuan seseorang melakukan suatu aktivitas.
b.
Volume.
Volume adalah ukuran untuk menunjukkan
kuantitas (jumlah) suatu rangsangan atau pembebanan. Adapun dalam proses
latihan dengan cara yang digunakan untuk meningkatkan volume latihan dapat
dilakukan dengan cara latihan itu (1) diperberat, (2) diperlama, (3)
dipercepat, (4) diperbanyak. Untuk itu dalam menentukan besarnya volume dapat
dilakukan dengan cara menghitung: (a) jumlah bobot pemberat per-seri, (b) jumlah
ulangan per-seri, (c) jumlah seri atau per-sesi, (d) jumlah perbeban per-sesi,
(e) jumlah seri atau sirkuit per-sesi, (f) lama-singkatnya pemberian waktu
recovery dan interval.
c. Recovery
Istilah recovery
selalu terkait erat dengan intensitas, sebab kedua istilah tersebut memilki
makna yang sama yaitu pemberian waktu istirahat. Recovery adalah waktu istirahat yang diberikan pada saat antara set
(ulang).
d.Interval.
Pengertian antara waktu recovery dan interval adalah sama yaitu pemberian waktu istirahat
pada antar aktivitas. Interval adalah waktu istirahat yang diberikan pada saat
antar seri, antar sirkuit, atau antar sesi per-unit latihan. Perbedaan kalau recovery diberikan pada saat antar
repetisi, sedangkan interval diberikan pada saat antar seri, sirkuit, atau
antar sesi per unit latihan.
e.
Repetisi (ulangan).
Repetisi adalah jumlah ulangan yang dilakukan
pada setiap butir atau item latihan. Dalam satu seri atau sirkuit biasanya
terdapat beberapa butir atau item latihan
yang harus dilakukan dan setiap butirnya dilaksanakan berkali-kali.
f.
Set.
Set dan repetisi memiliki
pengertian yang sama, namun juga ada perbedaan. Set adalah jumlah ulangan untuk
satu jenis butir tes. Sedangkan repetisi adalah jumlah ulangan yang digunakan
untuk menyebukan beberapa jenis latihan. Jadi perbedaannya, jumlah ulangan pada
jenis latihan yang tunggal, sedangkan repetisi dipakai untuk menyebutkan jumlah
ulangan pada latiha yang terdiri dari beberapa butir (macam) aktivitas.
g. Durasi.
Durasi adalah ukuran
yang menunjukkan lamanya waktu perangsang (lamanya waktu latihan). Untuk
menentukan kualitas latihan yang dilakukan, maka durasi latihan akan selalu
berhubungan dengan intensitas latihan yang berkaitan erat dengan pemberian
waktu recovery dan interval. Dengan
demikian durasi latihan adalah lamanya waktu latihan dalam satu kali tatap muka
atau satu sesi.
h. Densitas.
Densitas adalah ukuran yang menunjukkan padatnya
perangsang (lamanya pembebanan). Padat atau tidaknya waktu perangsang
(densitas) ini sangat berpengaruh oleh lamanya pemberian waktu recovery dan dan interval. Semakin
pendeknya waktu recovery dan interval
yang diberikan, maka densitas latihanya semakin rendah (kurang padat).
i. Frekuensi.
Frekuensi adalah jumlah
latihan yang dilakukan periode waktu tertentu. Pada umumnya periode waktu yang
digunakan untuk menghitung jumlah frekuensi tersebut adalah dalam waktu satu
minggu. Frekuensi latihan ini bertujuan untuk menunjukkan jumlah tatap muka (sesi)
latihan pada setiap minggunya 3-5 kali perminggu. Lamanya suatu pelatihan akan
memperoleh hasil yang konstan, dimana tubuh telah beradaptasi dengan pelatihan
tersebut adalah 4 minggu pelatihan (Nala,1998:2).
j. Sesi dan Unit.
Sesi atau unit adalah jumlah
materi program latihan yang disusun dan harus dilakukan dalam satu kali
pertemuan (tatap muka). Kaidah beban latihan merupakan penerapan norma-norma
dalam komponen latihan. Agar latihan dapat tercapai superkompensasi, maka dalam
memvariasikan beban latihan
B. Retraining
Retraining (Pelatihan kembali) adalah singkatan pelatihan
rehabilitasi. Ini berarti bahwa seorang atlet terus berlatih, bahkan selama
masa rehabilitasi. Masa rehabilitasi tidak akan lagi menjadi periode tidak
aktif atau ketidakmampuan, tapi menjadi peluang untuk meningkatkan kelemahan
dan pengembangan lebih lanjut dari atlet. Namun ini, adalah proses yang sangat
spesifik dan individu yang perlu dimonitor untuk mendapatkan hasil yang
optimal.
“Mengapa ' retraining'?
Setiap atlet, independen dari olahraga, telah menetapkan
tujuan-Nya. Seorang atlet selalu ingin menang, lebih cepat, melompat lebih
tinggi dan menjadi lebih baik. Namun Cedera, tidak pernah bagian dari rencana
dan meskipun tidak diinginkan, seorang atlet perlu mengubah tujuannya. Selama
pelatihan ulang, kita akan tetap bekerja pada tujuan individu atlet selain
memperkuat kelemahan sehingga pengembangan atlet tidak berhenti.
Atlet
yang cedera sering kehilangan tempat mereka di tim atau merasa kesepian atau
sedih. Hal ini berlaku untuk atlet individu juga. Mereka merasa sendirian,
kehilangan intensitas pelatihan dan kompetisi. Oleh karena itu, pelatihan ulang
berusaha untuk mendekati situasi pelatihan asli dan bertujuan untuk
mengintegrasikan atlet sebanyak mungkin dalam tim. Ini berimplikasi bahwa
pelatihan ulang harus terjadi di klub atau di lingkungan normal atlet untuk
menghindari isolasi dan mempersingkat proses integrasi setelah rehabilitasi.
Tujuan
Retraining memberi pelatihan terbaik untuk atlet dalam situasi tertentu dan
melatih sespesifik mungkin untuk membuat seorang atlet yang lebih kuat, lebih
baik dan lebih cepat ketika ia kembali bermain. Dan Retraining adalah proses
spesifik individu dan olahraga. Hal ini penting untuk bekerja sama dengan pelatih
dan rombongan atlet untuk membuat rencana pelatihan ulang yang optimal memenuhi
semua kebutuhan.
C.
Detrainig
Detraining didefinisikan sebagai hilangnya sebagian atau
lengkap adaptasi pelatihan-diinduksi dalam menanggapi penghentian pelatihan
atau penurunan substansial dalam beban latihan, atau hilangnya sebagian atau lengkap dari anatomi,
adaptasi fisiologis dan kinerja disebabkan oleh pelatihan, sebagai konsekuensi
dari pengurangan atau penghentian pelatihan.
a. Fisiologis
karakteristik detraining
Pengambilan oksigen maksimal jatuh pada atlet yang sangat terlatih setelah
empat minggu pelatihan memadai. Penurunan ini terjadi karena penurunan hampir
segera volume darah total dan volume plasma, yang terakhir disebabkan oleh
penurunan kandungan protein plasma. Kenaikan tingkat latihan jantung pada
intensitas maksimal dan submaksimal tidak cukup untuk mengimbangi penurunan
volume sistolik stroke, dan maksimal dan submaksimal tetes curah jantung,
sedangkan dapat meningkat saat istirahat. Dimensi jantung, termasuk volume
ventrikel dan tebal dinding, sering berkurang. Tekanan darah dan meningkatkan
resistansi total perifer, dan efisiensi ventilasi biasanya berkurang setelah
periode singkat penghentian pelatihan.
Detraining
mengacu pada pengurangan atau penghentian stimulus pelatihan regular aktifitas
fisik atau olahraga yang dapat berdampak ada hilangnya adaptasi anatomis dan fisiologis,
seperti hilangnya kebugaran. Efek dari detraining berbeda-beda pada setiap individu.
Penurunan
pengkondisian pada atlet biasanya tidak terjai secepat atau sederastis pada
individu yang baru awal mengikuti training. Sebuah penelitian mengamati atlet
secara teratur selama setahun. Setelah 3 bulan atlet behenti berolahraga sama
sekali, ditemukan bahwa para atlet kehilangan setengah dari pengkondisian
aerobik mereka hasil tersebut sangat berbeda pada individu yang baru berlatih.
Individu memulai program kebugaran sepeda selama 2 bulan. Selama 8 minggu
aktifitas fisik reguler membuat perbaikan kardiovaskuler dramatis dan
meningkatkan kapasitas aerobik mereka dan meningkatkan kapasitas aerobik mereka
secara substansial. Selanjutnya, mereka berhenti berolahraga selama 2 bulan
kedepan ditemukan bahwa individu tersebut kehilangan semua keuntungan aerobik mereka kembali ketingkat
kebugaan semula.
D.Overtraining
Overtraining adalah suatu keadaan di mana porsi latihan terlalu berlebihan.
Istilah lain dari overtraining adalah under-recovering, yang artinya sama,
yaitu tidak memiliki waktu dan nutrisi yang cukup untuk pulih dari
latihan.Overtraining merupakan kondisi dimana tubuh mengalami akumulasi stress
akibat terlalu keras berlatih melebihi kemampuannya. Tubuh kemudian justru
mengalami penurunan setelah melakukan olahraga atau latihan berat dalam jangka
panjang. Walaupun penampilan atlet biasanya secara klinis tidak menunjukkan
kelelahan, tetapi ada bukti yang menurut beberapa pengamat yang menunjukkan
seorang atlet mengalami overtraining yaitu meliputi penurunan fungsi neutrophil,
system kekebalan tubuh, konsentrasi yang menurun. Lebih dari itu timbulnya
gejala seperti infeksi/peradangan pada pernafasan. Semua perubahan ini tampak
karena diakibatkan karena latihan yang berlebihan, dibanding dari efek
overtraining sindrom itu sendiri. Sekarang tidak ada penanda untuk overtraining
sindrom, penanda terbaik yang dikenali adalah menurunnya pengeluaran air
kencing, tingkatan laktat darah meningkat, capaian dalam olahraga menjadi
lemah. Mekanisme yang mendasari overtraining sindrom belum diketahui dengan
jelas.
Overtrainning sindrom adalah masalah serius yang ditandai oleh, kelelahan
yang meningkat, rasa sakit pada otot, gangguan suasana hati, merasa kehabisan
tenaga. Hasil diagnosa pada umumnya dipersulit, tidak danya ukuran diagnosa yan
tepat, dan dokter harus mengesampingkan penyakit lain sebelum hasil diagnosa
dapat dibuat. Pencegahan adalah perawatan yang terbaik.
1. Kelaziman
Overtraining dan Dampak pada Hasil/Prestasi.
Kelaziman overtraining sindrom sukar untuk diketahui, untuk itu memerlukan
survey atlet dalam kelompok besar dari beberapa macam olahraga dalam periode
waktu yang cukup lama. Lebih dari itu istilah overtraining menimbulkan suatu
reaksi kuat dari atlet dan pelatih, adalah kurang mengidentifikasi atlet ketika
overtraining. Kelaziman dalam olah raga unutk mendapatkan daya tahan yang
tinggi maka menuntuk volume latihan yang keras dan tinggi. Atlet berprestasi
tinggi di dalam latihan dari empat sampai enam jam per hari, enam hari
perminggu unutk beberapa bulan tanpa ada waktu yang kosong.
Ketidakmampuan/ketidakseimbangan antara volume latihan
yang tinggi tanpa istirahat yang cukup akan membawa pada kondisi overtraining
sindrom. Dapat diartikan bahwa olehraga hamper bisa dipastikan unutk
menyebabkan overtraining.
2. Adaptasi Kadio Vaskular
Adaptasi fisiolobik terhadap kerja fisik dapat dibagi menjadi dua yakni
adaptadi akut dan kronik. Adaptasi akut merupakan penyesuaian tubuh yang
terjadi pada saat kerja dilakukan. Adaptasi kronik merupakan hasil perubahan
pada tubuh oleh suatu periode program latihan fisik. Adanya kerja fisik berarti
terdapat suatu pembebanan bagi tubuh dan hal ini akan mengakibatykan terjadinya
mekanisme penyesuaian dari alat/organ tubuh berbantung kepada usia, suhu
lingkungan, berat ringan beban, lamanya, cara melakukan, dan jumlah organ yang
terlibat selama kerja fisik.
Fungsi utama sistem kardiovaskuler selama kerja fisik selama kerja fisik
adalah menghantar darah ke jaringan yang aktiftermasuk oksigen dan nutrien dan
mengangkat produk metabolik dari jaringan tersebut ke alat ekskresi. Untuk
melakukan tugas tersebut ada paramter yang bisa digunakan yakni frekuensi
denyut jantuing yang merupakan parameter sederhana yang mudah diukur dan cukup
informatif unutk faal kadiovaskuler. Pada kenyataan istirahat keadaan denyut
jantung berkisar anatara 60-80 permenit. Hal ini mudah di deteksi dengan cara
palapasi meupun menggunakan alat seperti pulse meter.Cardiac monitoring dan
sebagainya, tempat pengukuran dapat di radialis carotis dan pada aspek jantung sendiri.
Frekuensi denyut jantung terendah diperoleh pad keadaan istirahat
berbaring. Pada posisi duduk sedikit meningkat dan pada posisi berdiri
meningkat lebih tinggi dari posisi duduk. Hal ini disebabkan oleh efek
grafitasi yang mengurangi jumlah arus balik vena ke jantung yang selanjutnya
mengurangu jumlah isi sekuncup. Untuk menjaga agar curah jantung tetap maka
frekuensi denyut jantung meningkat, curah jantung = frekuensi denyut jantung X
isi sekuncup. Sebelum seseorang melakukan gerak fisik, frekuensi denyut jantung
prakerja meningkat di atas nilai pada keadaan istirahat. Hal ini merupakan
refleks anticipatory yang mungkin melalui sekresi catecholamihne dari medula
kelenjar adrenal.
Begitu kerja fisik dimulai, frekuensi denyut jantung segera meningkat. Terdapat
hubungan linier antara frekuensi denyut jantung dengan intensitas kerja. Makin
baik kondisi seseorang akan diperoleh frekuensi denyut jantung yang lebih
rendah untuk beban kerja yang sama. Pada suatu saat meskipun beban ditambah
tetapi frekuensi denyut jantung tetap. Frekuensi denyut jantung pada keadaan
tersebut disebut frekuensi maksimal. Tiap orang mempunyai frekuensi maksimal
denyut jantung yang tampaknya mempunyai hubungan erat dengan faktor usia.
(frekuensi maksimal denyut jantung = 220 – usia dengan standar deviasi ± 10
denyut).
Apabila seseorang telah melakukan latihan yang rutin dalam waktu yang sudah
lama, tetapi merasa kemajuan akan hasilnya sangatlah lambat lama kelamaan orang
tersebut akan menghabiskan waktu lebih lama di gym dengan anggapan semakain
banyak dia sering latiahn maka hasilnya akan kelihatan lebih cepat. Latihan
yang berlebihan apalagi disertai dengan diet rendah kalori yang ketat, dapat
menyebabkan suatu kondisi yang disebut overtraining.
3.
Tanda-tanda Overtraining
Tanda-tanda klasik dari overtraining terjadi apabila seseorang melakukan
latihan keras secara terus menerus di gym, tetapi performa latihannya tidaklah
menjadi semakin bagus dan meningkat malahan menjadi semakin buruk dan menurun.
Performa yang menurun ini biasanya disertai juga dengan perubahan pada mood
dengan gejala-gejala gangguan fungsi biokimia serta fisiologis pada tubuh,
seperti di antara sakit pada sendi dan otot, kelelahan dan juga kehilangan
selera makan.
Secara ilmiah dapat dijelaskan bahwa kondisi overtraining merupakan kondisi
di mana tubuh kurang istirahat unutk melakukan proses pemulihan secara latihan.
Selain itu, overtraining sebenarnya juga menimbulkan suatu sindrom psikologis,
dimana mereka yang overtraining karena beban latihan cenderunhg menjadi
cepat cemas dan kebingungan sedangkan mereka yang overtraining oleh latihan
aerobik dapat mengalami depresi.
Jika overtraining mengarah ke penurunan performa latihan dalam jangka
panjang, ada lagi istilah overreaching yang merupakan panurunan performa juga
namun jangka waktu yang pendek atau sementara saja. Overreaching ini sering
terjadi pada para atlit yang memang diwajibkan untuk melakukan secara rutin,
kondisi ini disebabkan karena intensitas latihan yang terlalu berlebih di suatu
sesi latihan, misalnya pada atlit binaragawan terjadi karena pada saat latihan
ia mengangkat beban terlalu benar atau melakukan set dan repetisi yang terlalu
banyak. Overreaching terjadi sementara saja, tapi apabila mengalaminya
terus-menerus nantinya juga akan mengarah ke overtraining.
Latihan sebenarnya selalu mengakibatkan semacam bentuk ”cidera” yang
disebut penyesuaian mikrotrauma (adaptive microtrauma). Alasan mengapa ini
disebut suatu penyesuaian atau adaptasi pada tulang menjadi semakin kuat
seiring dengan latihan anda. Cidera peyesuaian mikroutama pada tubuh ini
menghasilkan zat semacam hormon yang disebut cytokines, zat ini dapat memberi
anda peringatan awal apabila anda akan memasuki overtraining. Cytokines dapat
mempengaruhi reseptor-reseptor pada otak yang selanjutnya mempengaruhi mood
anda. Bahkan telah ada bukti ilmiah yang menunjukkan hubungan antara cytokines
dengan depresi. Mereka yang memiliki kandungan cytokines pada tubuh yang
cenderung lebih mudah yang menjadi sedih dan pemurung dan semakin tinggi levelnya
semakin parah pula efeknya.
Perubahan pada mood ini merupakan tanda-tanda yang paling awal dari
overtraining. Jadi sebelum nantinya mengarah ke penurunan performa latihan
segera perhatikan mood anda akhir-akhir ini. Memang overtraining bukanlah satu-satunya
alasan mengapa mood anda berubah, tetapi apabila sekarang anda merasa sedikit
bersemangat, bimbang atau tertekan tanpa sebab yang jelas.
4.
Efek Buruk Overtraining
Di pusat-pusat kebugaran yang menjamur, seorang personal trainner selalu menyemangati
untuk mengangkat beban terberat untuk memperbesar masaa otot. Ada benarnya jika
semakin berat beban yang diangkat maka semakin besar pula otot yang
dikembangkan. Mungkin akan lebih memaksakan diri untuk berpindah ke berat beban
ssecepat mungki dengan repetisi sebanyak-banyaknya.
Sangat disayangkan tidak semua orang memiliki stamina sekuat Hercules dan
bukan pula atlit angkat berat atau kuli bangunan profesional. Tubuh memiliki
batas toleransi. Bila batas ini dilampaui kesehatan tubuh yang terkena
imbasnya. Sistem kekebalan tubuh yang pertama kali mendapat efek buruk
overtraining. Fakta ini ditemukan oleh Dr. Roy Shepard beserta tim dari
Universitas Toronto-Kanada. Overtraining juga menyebabkan produksi radikal
bebas yang berlebihan. Radikal bebas bisa merusak sel tubuh dan membuka pintu
masuk penyakit jantung, kanker, penuaan dini dan yang terutama sistem kekebalan
tubuh.
Bodybuilding menempatkan insomnia dan jam tidur yang terganggu pada urutan
pertama gejala overtraining. Setelah berolah raga, tubuh membutuhkan waktu
kurang lebih empat jam untuk bisa dibawa ke alam mimpi. Kalau berniat tidur
pada pukul sepuluh malam, maka harus sudah berhenti olehraga jam enam sore. Ciri
berikutnya dalah waktu yang lebih lama untuk penyembuhan luka. Tentunya hal ini
terjadi karena menurunnya kekebalan tubuh. Hilkang selera makan, perasaan lelah
berkepanjangan nyeri otot dan hilangnya libido merupakan tanda-tanda
overtraining yang lebih nyata. Bila porsi latihan cukup, makja tubuh akan
memiliki ciri-ciri yang berlawanan dengan di atas.
Hal pertama yang dilakukan bila sudah terlanjur mengalami gejal-gejala
overtraining adalah beristirahat. Berikanlah satu minggu penuh untuk tubuh
beristirahat dan memulihkan diri. Penuhi juga asupan gizi yang dibutuhkannya.
Makanan yang mengandung vitamin E dan C serta makanan yang mengandung karoten
sangat dianjurkan untuk dimakan karena merupakan anti oksidan. Antioksidan
bekerja dengan menyeimbangkan radikal bebas sehingga sistem kekebalan tubuh
tubuh dapat diperbaiki.
Menghindari overtraining memang sangat sulit karena bisa meragukan apakah
tubuh lelah atau tidak bersemangat. Yang jelas jika tubuh sudah tidak kuat lagi
mengangkat beban jangan paksakan diri. Kurang tidur dan kurang istirahat juga
bisa berkontribusi dalam menyukseskan tubuh untuk overtraining.oleh karena itu
jangan korbankan waktu istirahat. Ketahuilah bahwa otot mengembangkan dirinya
di saat beristirahat bukan di saat latihan. Istirahat melalui tidur yang cukup
akan mempersiapkan energi anda agar mampu mengangkat beban di hari berikutnya.
Kita harus memastikan tangki nutriei mampu untuk menyokong latihan, intinya
adalah keseimbangan. Bila protein yang dimasukkan ke dalam tubuh lebih banyak
dibandingkan latihan, maka kelebihan protein ini akan kjeluar melalui urin.\ tetapi
bila stok protein kurang akan menyebabkan overtraining.
Menghindari overtraining bukan berarti mengurangioptimalisasi latihan,
hanya perlu untuk menjadwal ulang latihan. Tidak perlu tujuh minggu untukl
latihan di gym. Empat hari dalam seminggu sudah cukup untuk mengoptimalisasi
latihan.
5.
Pencegahan dan Perwatan Overtraining
Pencegahan adalah perawatan yang terbauik untuk overtraining. Sebaliknya pada
saat pemberian latihan yang cukup berat, istirahatnya pun harus seimbang dengan
daya latihan. Pemberian gizi dan tidur yang cukup merupakan cara untuk
menyembuhkan overtraining. Tetapi seperti pijatan dan mandi sauna dapat
mempercepat kesembuhan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Olahraga memang baik untuk kesehatan dan kebugaran tubuh. Tapi, olahraga
harus dilakukan sesuai dengan kondisi tubuh. Perencanaan dalam program
aktifitas fisik atau training merupakan
strategi untuk menyusun cara latihan dan menentukan kemungkinan hambatan yang
akan terjadi serta menemukan solusi yang akan dilakukan agar hambatan tersebut
tidak terjadi dalam training. Begitu pula pada Masa rehabilitasi tidak akan
lagi menjadi periode tidak aktif atau ketidakmampuan, tapi menjadi peluang
untuk meningkatkan kelemahan dan pengembangan lebih lanjut dari atlet. Namun
ini, adalah proses yang sangat spesifik dan individu yang perlu dimonitor untuk
mendapatkan hasil yang optimal.
Tujuan dari perencanaan latihan
tersebut adalah untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Prinsip-prinsip dan
komponen dari taining adalah hal-hal
yang harus dipenuhi sebelum melakukan latihan. Hal ini dimaksudkan untuk
merencanakan dengan matang latihan tersebut agar dapat meningkatkan kebugaran
jasmani yang signifikan, dan meminimalisir kemungkinan cedera atau over
training.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Saat Tubuh Mengalami Overtraining. Tersedia pada http://duniafitness.com/htm (diakses tanggal 28 april 2015).
Anonim,2006. Definisi
Retraining dan Training. Tersedia pada http://wikipedia.com (diakses
pada tanggal 28 april 2015).
Ibnu, Suarno. 2011. Pengaruh Detrain Dan Aktifitas Aerobik Pada Atlet. Tersedia pada http://ibnusuarno.0.blog.html
(diakses pada tanggal 28 april 2015)
Sidik, Didik J. 2007. Prinsip-Prinsip
Latihan dalam Olahraga Prestasi. http://www.koni.or.id/files/documents/journal/1. (diakses pada tanggal 2 mei 2015).
Sukadiyanto,
2005. Pengantar Teori dan Pelatihan logi
Melatih Fisik. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Sukadiyanto, 2008. Melatih Fisik. Yogyakarta: PT. Graha
Ilmu.
Tia. T, 2008.Fisiologi Detraining. Tersedia pada http://Tegartia.blog.html(diakses pada tanggal 2 mei015).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar