Sabtu, 24 Desember 2016

Training, Retraining, Retraining dan overtraing dalam kajian ilmu keolahragaan

BAB I
PENDAHULUAN 
  
A. Latar Belakang
Meningkatkan kesehatan dan  kebugaran  tidak dapat dilakukan hanya dengan aktivitas fisik sehari-hari. Karena peningkatan tersebut tidak dapat dicapai hanya dengan aktivitas yang tidak terencana, namun harus melalui perencanaan yang matang. Planning is an intelligent preparation for action (Kriemadis & Theakou, 2007). Perencanaan harus dibuat sebelum melakukan kegiatan olahraga. The planning process is differentiated from other pre-decision activities, in that it is systematic, deliberate and continuous (Glaister and Falshaw, 1999). Jadi proses perencanaan harus dilakukan secara sistematis dan dilaksanakan secara berkelanjutan untuk dapat mencapai tujuan.
Tujuan yang dimaksud dalam perencanaan kegiatan ini adalah bagaimana meningkatkan tingkat kebugaran jasmani individu. Physical fitness is a set of attributes that are either health- or skill-related (Caspersen, dkk: 1985). Dimana kebugaran jasmani hanya dapat ditingkatkan melalui aktivitas fisik yang direncanakan dan ditentukan porsinya
Untuk membuat suatu rencana latihan olahraga, harus memperhatikan prinsip dasar dalam latihan. Menurut Sidik (2009) prinsip latihan dibagi menjadi 3 aspek, yaitu aspek fisiologis, psikologis, dan pedagogis. Berolahraga dengan porsi yang berlebihan (overtraining) ternyata justru berdampak negatif bagi tubuh yang dihindari, seperti cedera atau over use.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan  Training, Retraining, Detraining dan overtraining?
2. Apa Prinsip dan Komponen dari Training?
3. Apa tujuan dari Retraining pada atlet yang mengalami cedera?
4. Bagaimana Fisiologi karakteristik Detraining
5. Bagaimana tanda-tanda dan efek buruk dari overtraining?

BAB II
PEMBAHASAN

A.Training (Latihan)
Training (Latihan) adalah suatu proses berlatih yang berencana, menurut jadwal, menurut pola dan sistem tertentu, metodis, dari mudah kesukar, teratur, dari sederhana ke yang lebih komplek yang dilakukan secara berulang-ulang dan yang kian hari jumlah beban latihannya kian bertambah. (Sukadiyanto, 2005:12).
1. Prinsip – Prinsip Training
Prinsip-prinsip latihan merupakan hal yang harus ditaati, dilakukan atau terhidari agar tujuan latihan dapat tercapai sesuai yang diharapkan, karena prinsip latihan memiliki peranan penting terhadap fisiologi dan psikologi olahragawan, Menurut (Sukadiyanto, 2013:13) Prinsip – prinsip latihan terdiri dari:
a.Prinsip Kesiapan (Readiness).
Materi atau dosis latihan harus disesuaikan dengan usia olahragawan. usia berkaitan erat dengan kesiapan kondisi secara fisiologis dan psikologis dari setiap olahragawan, artinya, pelatih harus mempertimbangkan dan memperhatikan tahap pertumbuhan dan perkembangan dari setiap olahragawan akan berbeda-beda antara anak satu dan lainnya. Berikut ini gambaran dari tujuan latihan yang disesuaikan dengan usia dan kesiapan anak.
Tabel1.1 Indikator  dari tujuan latihan disesuaikan dengan usia & kesiapan anak
Usia 6-10 tahun


1.Membangun
    Kemauan.
Usia 11 – 13 tahun

2.Menyenangkan
1.Pengayaan keterampilan
   gerak .

Usia 14-18 tahun
3.Belajar berbagai keterampilan gerak dasar.
2.Penyempurnaan tehnik
1.Peningkatan latihan
Usia dewasa
3.Persiapan untuk meningkatkan        latihan
2.Latihan Khusus
1.Puncak penampilan atau masa prestasinya
 3.Frekuensi  kompetisi diperbanyak

b. Prinsip Individual
Dalam merespon beban latihan untuk setiap olahragawan tentu akan berbeda-beda, Adapun Faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan olahragawan dalam merespon latihan beban diantaranya: Keturunan, Kematangan, Waktu Istirahat dan Tidur, Tingkat Kebugaran, Pengaruh Lingkungan, Rasa sakit dan cedera, dan Motivasi.
c. Prinsip Adaptasi.
            Organtubuh manusia cendrung selalu mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Keadaan ini menguntungkan untuk proses berlatih-melatih, sehingga kemampuan manusia dapat dipengaruhi dan ditingkatkan melalui pelatihan. Latihan akan menyebabkan perubahan jaringan didalam tubuh secara bertahap sesuai dengan tingkat pembebananya.
d. Prinsip beban berlebihan (Overload).
Beban latihan harus mencapai atau melampaui sedikit di atas batas rangsang, beban latihan harus memenuhi prinsip moderat. ada 3 faktor yang berkaitan dengan prinsip overload yaitu: (1) frekuensi, dapat dilakukan dengan cara menambah sesi latihan, (2) intensitas latihan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas pembebanan, (3) menambah jam latihan atau bila jam latihan tetap dengan cara memperpendek waktu recovery dan interval.
e. Prinsip Progresif (Peningkatan).
  Latihan yang bersifat progersif, artinya dalam pelaksanaan latihan yang dilakukan dari mudah ke yang sukar, sederhana ke kompleks, umum ke khusus  dan berkelanjutan, dalam prinsip progresif.
f. Prinsip Spesifikasi (Kekhususan).
   Setiap bentuk latihan yang harus dilakukan olahragawan memiliki tujuan yang khusus. setiap bentuk rangsangan akan direspon secara khusus pula oleh olahragawan. Prinsip spesifikasi, antara lain: (a) spesifikasi kebutuhan energi, (b) spesifikasi bentuk model latihan, (c) spesifikasi ciri gerak dan kelompok otot yang digunakan, dan (d) waktu periodesasi latihannya.
g. Prinsip Variasi.
   Program latihan yang kurang baik harus disusun secara variatif untuk menghindari kejenuhan, keengganan, dan keresahan yang merupakan kelelahan seara psikologis. Komponen utama yang diperlukan untuk memvariasi latihan yaitu: (1) kerja dan istirahat
h. Prinsip Moderat.
  Keberhasilan latihan jangka panjang sangat ditentukan oleh pembebanan yang tidak berlebihan, bila beban latihan terlalu ringan tidak mempunyai dampak terhadap peningkatan kualitas kemampuan fisik, psikis dan keterampilan. Sebaliknya, bila beban latihan terlalu berat akan mengakibatkan cidera dan sakit. Keadaan itu yang sering dinamakan over traning.
i. Prinsip Sistematik
               Prinsip ini berkaitan dengan ukuran (dosis) pembebanan dan skala prioritas sasaran latihan. Setiap sasaran latihan memiliki dosis pembebanan yang berbeda. Skala prioritas latihan berhubungan dengan urutan sasaran dan materi latihan utama yang disesuaikan dengan periodisasi latihan. Sebab setiap periodesasi latihan memiliki pendekatan tujuan latihan yang berbeda-beda baik dalam aspek fisik, tehnik, taktik, maupun psikologis.
2. Komponen – Komponen Latihan
              Komponen latihan merupakan kunci atau hal penting yang harus dipertimbangkan dalam menentukan dosis dan beban latihan. Superkompensasi adalah proses perubahan kualitas fungsional peralatan tubuh kearah yang lebih baik. Komponen latihan adalah:
a.Intensitas Latihan.
Intensitas latihan merupakan komponen kualitatif yang dilakukan dalam satu satuan waktu atau ukuran yang menunjukan kualitas suatu rangsang atau pembebanan (Sukadiyanto, 2005:24). Intensitas pelatihan sangat menentukan peningkatan kualitas fisik.. Derajat intensitas ini dapat diukur sesuai dengan tipe latihan atau aktivitas yang dilakukan. Untuk menentukan besarnya kualitas ukuran intensitas dengan cara:
Menurut (Bompa: 2009; 81) tingkat intensitas yang terendah sampai yang tertinggi terlihat pada tabel.
Tabel 2.3 (Tingkat Intensitas Latihan dari yang terendah sampai tertinggi) Sumber: Bompa: 81.
Zona Intensitas
Persentase Kemampuan Maksimal
Intensitas
6
> 100%
Super maksimal
5
90% - 100%
Maksimal
4
80% - 90%
Sub maksimal
3
70% - 80%
Medium
2
50% - 70%
Rendah
1
30% - 50%
Sangat Rendah


1). RM ( Repetition Maximum ), sebagai salah satu ukuran intensitas yang bentuknya seringkali digunakan dalam hal menentukan beban latihan dengan ukuran berat dan jumlah repetisi maksimal yang dapat dilakukan dalam waktu tertentu. 
2). Denyut jantung per-menit, sebagai ukuran intensitas dihitung berdasarkan denyut jantung maksimal. Untuk itu rumus yang mendekati akurat dalam menghitung denyut jantung maksimal sebagai ukuran intensitas dalam latihan kurang lebih seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.2 (Prediksi rumus untuk menghitung denyut nadi maksimal) Sukadiyanto, 2005:24.
Keterangan
Denyut jantung Istirahat
Denyut nadi maksimal
Orang kebanyakan
≥ 60x/ menit
220 – usia
Orang berlatih
51 s.d 59 x/menit
210 – usia
Sangat terlatih
≤50 x/menit
200 – usia
3). Kecepatan (waktu tempuh), sebagai ukuran intensitas, yaitu waktu tempuh yang digunakan untuk mencapai jarak tertentu. Untuk menentukan intensitas latihan dengan cara jarak tempuh dibagi waktu tempuh.
4). Jarak tempuh,        digunakan sebagai ukuran untuk mengukur intensitas atau kemampuan seseorang melakukan suatu aktivitas.
b. Volume.
   Volume adalah ukuran untuk menunjukkan kuantitas (jumlah) suatu rangsangan atau pembebanan. Adapun dalam proses latihan dengan cara yang digunakan untuk meningkatkan volume latihan dapat dilakukan dengan cara latihan itu (1) diperberat, (2) diperlama, (3) dipercepat, (4) diperbanyak. Untuk itu dalam menentukan besarnya volume dapat dilakukan dengan cara menghitung: (a) jumlah bobot pemberat per-seri, (b) jumlah ulangan per-seri, (c) jumlah seri atau per-sesi, (d) jumlah perbeban per-sesi, (e) jumlah seri atau sirkuit per-sesi, (f) lama-singkatnya pemberian waktu recovery dan interval.
c. Recovery
   Istilah recovery selalu terkait erat dengan intensitas, sebab kedua istilah tersebut memilki makna yang sama yaitu pemberian waktu istirahat. Recovery adalah waktu istirahat yang diberikan pada saat antara set (ulang).
d.Interval.
   Pengertian antara waktu recovery dan interval adalah sama yaitu pemberian waktu istirahat pada antar aktivitas. Interval adalah waktu istirahat yang diberikan pada saat antar seri, antar sirkuit, atau antar sesi per-unit latihan. Perbedaan kalau recovery diberikan pada saat antar repetisi, sedangkan interval diberikan pada saat antar seri, sirkuit, atau antar sesi per unit latihan.
e. Repetisi (ulangan).
   Repetisi adalah jumlah ulangan yang dilakukan pada setiap butir atau item latihan. Dalam satu seri atau sirkuit biasanya terdapat beberapa butir atau item latihan yang harus dilakukan dan setiap butirnya dilaksanakan berkali-kali.
f. Set.
              Set dan repetisi memiliki pengertian yang sama, namun juga ada perbedaan. Set adalah jumlah ulangan untuk satu jenis butir tes. Sedangkan repetisi adalah jumlah ulangan yang digunakan untuk menyebukan beberapa jenis latihan. Jadi perbedaannya, jumlah ulangan pada jenis latihan yang tunggal, sedangkan repetisi dipakai untuk menyebutkan jumlah ulangan pada latiha yang terdiri dari beberapa butir (macam) aktivitas.­
g. Durasi.
Durasi adalah ukuran yang menunjukkan lamanya waktu perangsang (lamanya waktu latihan). Untuk menentukan kualitas latihan yang dilakukan, maka durasi latihan akan selalu berhubungan dengan intensitas latihan yang berkaitan erat dengan pemberian waktu recovery dan interval. Dengan demikian durasi latihan adalah lamanya waktu latihan dalam satu kali tatap muka atau satu sesi.
h. Densitas.
            Densitas adalah ukuran yang menunjukkan padatnya perangsang (lamanya pembebanan). Padat atau tidaknya waktu perangsang (densitas) ini sangat berpengaruh oleh lamanya pemberian waktu recovery dan dan interval. Semakin pendeknya waktu recovery dan interval yang diberikan, maka densitas latihanya semakin rendah (kurang padat).
i.      Frekuensi.
Frekuensi adalah jumlah latihan yang dilakukan periode waktu tertentu. Pada umumnya periode waktu yang digunakan untuk menghitung jumlah frekuensi tersebut adalah dalam waktu satu minggu. Frekuensi latihan ini bertujuan untuk menunjukkan jumlah tatap muka (sesi) latihan pada setiap minggunya 3-5 kali perminggu. Lamanya suatu pelatihan akan memperoleh hasil yang konstan, dimana tubuh telah beradaptasi dengan pelatihan tersebut adalah 4 minggu pelatihan (Nala,1998:2). 
j. Sesi dan Unit.
Sesi atau unit adalah jumlah materi program latihan yang disusun dan harus dilakukan dalam satu kali pertemuan (tatap muka). Kaidah beban latihan merupakan penerapan norma-norma dalam komponen latihan. Agar latihan dapat tercapai superkompensasi, maka dalam memvariasikan beban latihan

B. Retraining
            Retraining (Pelatihan kembali) adalah singkatan pelatihan rehabilitasi. Ini berarti bahwa seorang atlet terus berlatih, bahkan selama masa rehabilitasi. Masa rehabilitasi tidak akan lagi menjadi periode tidak aktif atau ketidakmampuan, tapi menjadi peluang untuk meningkatkan kelemahan dan pengembangan lebih lanjut dari atlet. Namun ini, adalah proses yang sangat spesifik dan individu yang perlu dimonitor untuk mendapatkan hasil yang optimal.
“Mengapa ' retraining'?
Setiap atlet, independen dari olahraga, telah menetapkan tujuan-Nya. Seorang atlet selalu ingin menang, lebih cepat, melompat lebih tinggi dan menjadi lebih baik. Namun Cedera, tidak pernah bagian dari rencana dan meskipun tidak diinginkan, seorang atlet perlu mengubah tujuannya. Selama pelatihan ulang, kita akan tetap bekerja pada tujuan individu atlet selain memperkuat kelemahan sehingga pengembangan atlet tidak berhenti.
            Atlet yang cedera sering kehilangan tempat mereka di tim atau merasa kesepian atau sedih. Hal ini berlaku untuk atlet individu juga. Mereka merasa sendirian, kehilangan intensitas pelatihan dan kompetisi. Oleh karena itu, pelatihan ulang berusaha untuk mendekati situasi pelatihan asli dan bertujuan untuk mengintegrasikan atlet sebanyak mungkin dalam tim. Ini berimplikasi bahwa pelatihan ulang harus terjadi di klub atau di lingkungan normal atlet untuk menghindari isolasi dan mempersingkat proses integrasi setelah rehabilitasi.
            Tujuan Retraining memberi pelatihan terbaik untuk atlet dalam situasi tertentu dan melatih sespesifik mungkin untuk membuat seorang atlet yang lebih kuat, lebih baik dan lebih cepat ketika ia kembali bermain. Dan Retraining adalah proses spesifik individu dan olahraga. Hal ini penting untuk bekerja sama dengan pelatih dan rombongan atlet untuk membuat rencana pelatihan ulang yang optimal memenuhi semua kebutuhan.

C. Detrainig
Detraining didefinisikan sebagai hilangnya sebagian atau lengkap adaptasi pelatihan-diinduksi dalam menanggapi penghentian pelatihan atau penurunan substansial dalam beban latihan, atau  hilangnya sebagian atau lengkap dari anatomi, adaptasi fisiologis dan kinerja disebabkan oleh pelatihan, sebagai konsekuensi dari pengurangan atau penghentian pelatihan.
a.    Fisiologis karakteristik detraining
Pengambilan oksigen maksimal jatuh pada atlet yang sangat terlatih setelah empat minggu pelatihan memadai. Penurunan ini terjadi karena penurunan hampir segera volume darah total dan volume plasma, yang terakhir disebabkan oleh penurunan kandungan protein plasma. Kenaikan tingkat latihan jantung pada intensitas maksimal dan submaksimal tidak cukup untuk mengimbangi penurunan volume sistolik stroke, dan maksimal dan submaksimal tetes curah jantung, sedangkan dapat meningkat saat istirahat. Dimensi jantung, termasuk volume ventrikel dan tebal dinding, sering berkurang. Tekanan darah dan meningkatkan resistansi total perifer, dan efisiensi ventilasi biasanya berkurang setelah periode singkat penghentian pelatihan.
            Detraining mengacu pada pengurangan atau penghentian stimulus pelatihan regular aktifitas fisik atau olahraga yang dapat berdampak ada hilangnya adaptasi anatomis dan fisiologis, seperti hilangnya kebugaran. Efek dari detraining berbeda-beda pada setiap individu.
            Penurunan pengkondisian pada atlet biasanya tidak terjai secepat atau sederastis pada individu yang baru awal mengikuti training. Sebuah penelitian mengamati atlet secara teratur selama setahun. Setelah 3 bulan atlet behenti berolahraga sama sekali, ditemukan bahwa para atlet kehilangan setengah dari pengkondisian aerobik mereka hasil tersebut sangat berbeda pada individu yang baru berlatih. Individu memulai program kebugaran sepeda selama 2 bulan. Selama 8 minggu aktifitas fisik reguler membuat perbaikan kardiovaskuler dramatis dan meningkatkan kapasitas aerobik mereka dan meningkatkan kapasitas aerobik mereka secara substansial. Selanjutnya, mereka berhenti berolahraga selama 2 bulan kedepan ditemukan bahwa individu tersebut kehilangan semua  keuntungan aerobik mereka kembali ketingkat kebugaan semula.


D.Overtraining
            Overtraining adalah suatu keadaan di mana porsi latihan terlalu berlebihan. Istilah lain dari overtraining adalah under-recovering, yang artinya sama, yaitu tidak memiliki waktu dan nutrisi yang cukup untuk pulih dari latihan.Overtraining merupakan kondisi dimana tubuh mengalami akumulasi stress akibat terlalu keras berlatih melebihi kemampuannya. Tubuh kemudian justru mengalami penurunan setelah melakukan olahraga atau latihan berat dalam jangka panjang. Walaupun penampilan atlet biasanya secara klinis tidak menunjukkan kelelahan, tetapi ada bukti yang menurut beberapa pengamat yang menunjukkan seorang atlet mengalami overtraining yaitu meliputi penurunan fungsi neutrophil, system kekebalan tubuh, konsentrasi yang menurun. Lebih dari itu timbulnya gejala seperti infeksi/peradangan pada pernafasan. Semua perubahan ini tampak karena diakibatkan karena latihan yang berlebihan, dibanding dari efek overtraining sindrom itu sendiri. Sekarang tidak ada penanda untuk overtraining sindrom, penanda terbaik yang dikenali adalah menurunnya pengeluaran air kencing, tingkatan laktat darah meningkat, capaian dalam olahraga menjadi lemah. Mekanisme yang mendasari overtraining sindrom belum diketahui dengan jelas.
Overtrainning sindrom adalah masalah serius yang ditandai oleh, kelelahan yang meningkat, rasa sakit pada otot, gangguan suasana hati, merasa kehabisan tenaga. Hasil diagnosa pada umumnya dipersulit, tidak danya ukuran diagnosa yan tepat, dan dokter harus mengesampingkan penyakit lain sebelum hasil diagnosa dapat dibuat. Pencegahan adalah perawatan yang terbaik.
1.    Kelaziman Overtraining dan Dampak pada Hasil/Prestasi.
Kelaziman overtraining sindrom sukar untuk diketahui, untuk itu memerlukan survey atlet dalam kelompok besar dari beberapa macam olahraga dalam periode waktu yang cukup lama. Lebih dari itu istilah overtraining menimbulkan suatu reaksi kuat dari atlet dan pelatih, adalah kurang mengidentifikasi atlet ketika overtraining. Kelaziman dalam olah raga unutk mendapatkan daya tahan yang tinggi maka menuntuk volume latihan yang keras dan tinggi. Atlet berprestasi tinggi di dalam latihan dari empat sampai enam jam per hari, enam hari perminggu unutk beberapa bulan tanpa ada waktu yang kosong.
Ketidakmampuan/ketidakseimbangan antara volume latihan yang tinggi tanpa istirahat yang cukup akan membawa pada kondisi overtraining sindrom. Dapat diartikan bahwa olehraga hamper bisa dipastikan unutk menyebabkan overtraining.
2. Adaptasi Kadio Vaskular
Adaptasi fisiolobik terhadap kerja fisik dapat dibagi menjadi dua yakni adaptadi akut dan kronik. Adaptasi akut merupakan penyesuaian tubuh yang terjadi pada saat kerja dilakukan. Adaptasi kronik merupakan hasil perubahan pada tubuh oleh suatu periode program latihan fisik. Adanya kerja fisik berarti terdapat suatu pembebanan bagi tubuh dan hal ini akan mengakibatykan terjadinya mekanisme penyesuaian dari alat/organ tubuh berbantung kepada usia, suhu lingkungan, berat ringan beban, lamanya, cara melakukan, dan jumlah organ yang terlibat selama kerja fisik.
Fungsi utama sistem kardiovaskuler selama kerja fisik selama kerja fisik adalah menghantar darah ke jaringan yang aktiftermasuk oksigen dan nutrien dan mengangkat produk metabolik dari jaringan tersebut ke alat ekskresi. Untuk melakukan tugas tersebut ada paramter yang bisa digunakan yakni frekuensi denyut jantuing yang merupakan parameter sederhana yang mudah diukur dan cukup informatif unutk faal kadiovaskuler. Pada kenyataan istirahat keadaan denyut jantung berkisar anatara 60-80 permenit. Hal ini mudah di deteksi dengan cara palapasi meupun menggunakan alat seperti pulse meter.Cardiac monitoring dan sebagainya, tempat pengukuran dapat di radialis carotis dan pada aspek jantung sendiri.
Frekuensi denyut jantung terendah diperoleh pad keadaan istirahat berbaring. Pada posisi duduk sedikit meningkat dan pada posisi berdiri meningkat lebih tinggi dari posisi duduk. Hal ini disebabkan oleh efek grafitasi yang mengurangi jumlah arus balik vena ke jantung yang selanjutnya mengurangu jumlah isi sekuncup. Untuk menjaga agar curah jantung tetap maka frekuensi denyut jantung meningkat, curah jantung = frekuensi denyut jantung X isi sekuncup. Sebelum seseorang melakukan gerak fisik, frekuensi denyut jantung prakerja meningkat di atas nilai pada keadaan istirahat. Hal ini merupakan refleks anticipatory yang mungkin melalui sekresi catecholamihne dari medula kelenjar adrenal.
Begitu kerja fisik dimulai, frekuensi denyut jantung segera meningkat. Terdapat hubungan linier antara frekuensi denyut jantung dengan intensitas kerja. Makin baik kondisi seseorang akan diperoleh frekuensi denyut jantung yang lebih rendah untuk beban kerja yang sama. Pada suatu saat meskipun beban ditambah tetapi frekuensi denyut jantung tetap. Frekuensi denyut jantung pada keadaan tersebut disebut frekuensi maksimal. Tiap orang mempunyai frekuensi maksimal denyut jantung yang tampaknya mempunyai hubungan erat dengan faktor usia. (frekuensi maksimal denyut jantung = 220 – usia dengan standar deviasi ± 10 denyut).
Apabila seseorang telah melakukan latihan yang rutin dalam waktu yang sudah lama, tetapi merasa kemajuan akan hasilnya sangatlah lambat lama kelamaan orang tersebut akan menghabiskan waktu lebih lama di gym dengan anggapan semakain banyak dia sering latiahn maka hasilnya akan kelihatan lebih cepat. Latihan yang berlebihan apalagi disertai dengan diet rendah kalori yang ketat, dapat menyebabkan suatu kondisi yang disebut overtraining.
3. Tanda-tanda Overtraining
Tanda-tanda klasik dari overtraining terjadi apabila seseorang melakukan latihan keras secara terus menerus di gym, tetapi performa latihannya tidaklah menjadi semakin bagus dan meningkat malahan menjadi semakin buruk dan menurun. Performa yang menurun ini biasanya disertai juga dengan perubahan pada mood dengan gejala-gejala gangguan fungsi biokimia serta fisiologis pada tubuh, seperti di antara sakit pada sendi dan otot, kelelahan dan juga kehilangan selera makan.
Secara ilmiah dapat dijelaskan bahwa kondisi overtraining merupakan kondisi di mana tubuh kurang istirahat unutk melakukan proses pemulihan secara latihan. Selain itu, overtraining sebenarnya juga menimbulkan suatu sindrom psikologis, dimana mereka yang overtraining  karena beban latihan cenderunhg menjadi cepat cemas dan kebingungan sedangkan mereka yang overtraining oleh latihan aerobik dapat mengalami depresi.
Jika overtraining mengarah ke penurunan performa latihan dalam jangka panjang, ada lagi istilah overreaching yang merupakan panurunan performa juga namun jangka waktu yang pendek atau sementara saja. Overreaching ini sering terjadi pada para atlit yang memang diwajibkan untuk melakukan secara rutin, kondisi ini disebabkan karena intensitas latihan yang terlalu berlebih di suatu sesi latihan, misalnya pada atlit binaragawan terjadi karena pada saat latihan ia mengangkat beban terlalu benar atau melakukan set dan repetisi yang terlalu banyak. Overreaching terjadi sementara saja, tapi apabila mengalaminya terus-menerus nantinya juga akan mengarah ke overtraining.
Latihan sebenarnya selalu mengakibatkan semacam bentuk ”cidera” yang disebut penyesuaian mikrotrauma (adaptive microtrauma). Alasan mengapa ini disebut suatu penyesuaian atau adaptasi pada tulang menjadi semakin kuat seiring dengan latihan anda. Cidera peyesuaian mikroutama pada tubuh ini menghasilkan zat semacam hormon yang disebut cytokines, zat ini dapat memberi anda peringatan awal apabila anda akan memasuki overtraining. Cytokines dapat mempengaruhi reseptor-reseptor pada otak yang selanjutnya mempengaruhi mood anda. Bahkan telah ada bukti ilmiah yang menunjukkan hubungan antara cytokines dengan depresi. Mereka yang memiliki kandungan cytokines pada tubuh yang cenderung lebih mudah yang menjadi sedih dan pemurung dan semakin tinggi levelnya semakin parah pula efeknya.
Perubahan pada mood ini merupakan tanda-tanda yang paling awal dari overtraining. Jadi sebelum nantinya mengarah ke penurunan performa latihan segera perhatikan mood anda akhir-akhir ini. Memang overtraining bukanlah satu-satunya alasan mengapa mood anda berubah, tetapi apabila sekarang anda merasa sedikit bersemangat, bimbang atau tertekan tanpa sebab yang jelas.
4. Efek Buruk Overtraining
Di pusat-pusat kebugaran yang menjamur, seorang personal trainner selalu menyemangati untuk mengangkat beban terberat untuk memperbesar masaa otot. Ada benarnya jika semakin berat beban yang diangkat maka semakin besar pula otot yang dikembangkan. Mungkin akan lebih memaksakan diri untuk berpindah ke berat beban ssecepat mungki dengan repetisi sebanyak-banyaknya.
Sangat disayangkan tidak semua orang memiliki stamina sekuat Hercules dan bukan pula atlit angkat berat atau kuli bangunan profesional. Tubuh memiliki batas toleransi. Bila batas ini dilampaui kesehatan tubuh yang terkena imbasnya. Sistem kekebalan tubuh yang pertama kali mendapat efek buruk overtraining. Fakta ini ditemukan oleh Dr. Roy Shepard beserta tim dari Universitas Toronto-Kanada. Overtraining juga menyebabkan produksi radikal bebas yang berlebihan. Radikal bebas bisa merusak sel tubuh dan membuka pintu masuk penyakit jantung, kanker, penuaan dini dan yang terutama sistem kekebalan tubuh.
Bodybuilding menempatkan insomnia dan jam tidur yang terganggu pada urutan pertama gejala overtraining. Setelah berolah raga, tubuh membutuhkan waktu kurang lebih empat jam untuk bisa dibawa ke alam mimpi. Kalau berniat tidur pada pukul sepuluh malam, maka harus sudah berhenti olehraga jam enam sore. Ciri berikutnya dalah waktu yang lebih lama untuk penyembuhan luka. Tentunya hal ini terjadi karena menurunnya kekebalan tubuh. Hilkang selera makan, perasaan lelah berkepanjangan  nyeri otot dan hilangnya libido merupakan tanda-tanda overtraining yang lebih nyata. Bila porsi latihan cukup, makja tubuh akan memiliki ciri-ciri yang berlawanan dengan di atas.
Hal pertama yang dilakukan bila sudah terlanjur mengalami gejal-gejala overtraining adalah beristirahat. Berikanlah satu minggu penuh untuk tubuh beristirahat dan memulihkan diri. Penuhi juga asupan gizi yang dibutuhkannya. Makanan yang mengandung vitamin E dan C serta makanan yang mengandung karoten sangat dianjurkan untuk dimakan karena merupakan anti oksidan. Antioksidan bekerja dengan menyeimbangkan radikal bebas sehingga sistem kekebalan tubuh tubuh dapat diperbaiki.
Menghindari overtraining memang sangat sulit karena bisa meragukan apakah tubuh lelah atau tidak bersemangat. Yang jelas jika tubuh sudah tidak kuat lagi mengangkat beban jangan paksakan diri. Kurang tidur dan kurang istirahat juga bisa berkontribusi dalam menyukseskan tubuh untuk overtraining.oleh karena itu jangan korbankan waktu istirahat. Ketahuilah bahwa otot mengembangkan dirinya di saat beristirahat bukan di saat latihan. Istirahat melalui tidur yang cukup akan mempersiapkan energi anda agar mampu mengangkat beban di hari berikutnya. Kita harus memastikan tangki nutriei mampu untuk menyokong latihan, intinya adalah keseimbangan. Bila protein yang dimasukkan ke dalam tubuh lebih banyak dibandingkan latihan, maka kelebihan protein ini akan kjeluar melalui urin.\ tetapi bila stok protein kurang akan menyebabkan overtraining.
Menghindari overtraining bukan berarti mengurangioptimalisasi latihan, hanya perlu untuk menjadwal ulang latihan. Tidak perlu tujuh minggu untukl latihan di gym. Empat hari dalam seminggu sudah cukup untuk mengoptimalisasi latihan.
5. Pencegahan dan Perwatan Overtraining
Pencegahan adalah perawatan yang terbauik untuk overtraining. Sebaliknya pada saat pemberian latihan yang cukup berat, istirahatnya pun harus seimbang dengan daya latihan. Pemberian gizi dan tidur yang cukup merupakan cara untuk menyembuhkan overtraining. Tetapi seperti pijatan dan mandi sauna dapat mempercepat kesembuhan.
  

BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
                Olahraga memang baik untuk kesehatan dan kebugaran tubuh. Tapi, olahraga harus dilakukan sesuai dengan kondisi tubuh. Perencanaan dalam program aktifitas fisik atau training  merupakan strategi untuk menyusun cara latihan dan menentukan kemungkinan hambatan yang akan terjadi serta menemukan solusi yang akan dilakukan agar hambatan tersebut tidak terjadi dalam training. Begitu pula pada Masa rehabilitasi tidak akan lagi menjadi periode tidak aktif atau ketidakmampuan, tapi menjadi peluang untuk meningkatkan kelemahan dan pengembangan lebih lanjut dari atlet. Namun ini, adalah proses yang sangat spesifik dan individu yang perlu dimonitor untuk mendapatkan hasil yang optimal.
            Tujuan dari perencanaan latihan tersebut adalah untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Prinsip-prinsip dan komponen dari taining  adalah hal-hal yang harus dipenuhi sebelum melakukan latihan. Hal ini dimaksudkan untuk merencanakan dengan matang latihan tersebut agar dapat meningkatkan kebugaran jasmani yang signifikan, dan meminimalisir kemungkinan cedera atau over training.

                                                              
DAFTAR  PUSTAKA

Anonim, 2010.  Saat Tubuh Mengalami  Overtraining. Tersedia pada http://duniafitness.com/htm (diakses tanggal 28 april 2015).
Anonim,2006. Definisi Retraining dan Training. Tersedia pada http://wikipedia.com (diakses pada tanggal 28 april 2015).
Ibnu, Suarno. 2011. Pengaruh Detrain Dan Aktifitas Aerobik Pada Atlet. Tersedia pada http://ibnusuarno.0.blog.html  (diakses pada tanggal 28 april 2015)
Sidik, Didik J. 2007. Prinsip-Prinsip Latihan dalam Olahraga Prestasi.     http://www.koni.or.id/files/documents/journal/1. (diakses pada tanggal 2 mei 2015).
Sukadiyanto, 2005. Pengantar Teori dan Pelatihan logi Melatih Fisik. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Sukadiyanto, 2008. Melatih Fisik. Yogyakarta: PT. Graha Ilmu.
Tia. T, 2008.Fisiologi Detraining. Tersedia pada http://Tegartia.blog.html(diakses pada tanggal 2 mei015).